Wednesday, October 9, 2013

Jam Berapa Sekarang?

Seorang pemuda sedang dalam perjalanannya kembali ke Jakarta dengan kereta Senja Utama. Persis didepannya duduk seorang bapak. Setelah lama berdiam diri, sambil menguap si pemuda bertanya kepada bapak tersebut, "Jam berapa sekarang, Pak?"

Sebuah pertanyaan yang biasa kita tanyakan dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun khan??? Dan biasanya kita selalu dapat jawaban.

Namun kali ini sungguh diluar dugaan, si bapak diam saja. Mengira sang bapak agak kurang pendengarannya, pemuda tersebut mengulanginya sampai 3 kali.

Namun si bapak diam tidak bergeming sedikitpun. Karena kesal, pemuda tersebut langsung mencolek bapak tersebut dan berkata, "Saya heran mengapa bapak tidak menjawab pertanyaan saya?? Apa sih susahnya?"

Si bapak bilang, "Bukannya saya nggak mau menjawab, tapi nanti kalau saya jawab, kita pasti ngomong-ngomong lagi soal ini soal itu, sampai nanti kita jadi akrab".

Si pemuda melongo mendengar ceramah bapak tadi.

Terus dia tanya lagi, "Lalu apa salahnya kalau kita akrab?"

Si bapak bilang, "Nanti anak gadis dan istri saya akan menjemput saya di Gambir,kalau kita akrab, nanti kita akan turun sama-sama. Terus saya pasti mengenalkan mereka sama kamu."

Si pemuda tambah bingung dan penasaran. "Terus pak??" tanyanya lagi.

"Istri saya tuch orangnya baik sekali sama semua orang, nanti dia pasti nawarin kamu mampir ke rumah. Nanti kamu mandi di rumah saya, terus makan di rumah saya.

Nanti lama-lama kamu bisa akrab sama anak gadis saya dan kamu bisa jadi pacar anak saya. Lama-lama kamu bisa jadi menantu saya," katanya lagi.

Si pemuda yang tadi sudah bingung sekarang makin bingung. Lantas dia tanya, "Terus apa hubungannya sama pertanyaan saya yang pertama??"

Sambil berdiri bapak tersebut menjawab dengan lantang, "Masalahnya? ...,
SAYA TIDAK MAU PUNYA MENANTU SEPERTI KAMU. JAM TANGAN AJA NGGAK PUNYA!"

"Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang..."

ANTRI

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu,

Simpel sja sih sebenarnya. Aku juga baru memikirkannya tadi. Baru saja malah. Dan aku mendapatkan inspirasi dari itu. Tadinya cukup jengkel karena nomor antrian yang cukup jauh dari nomor antrian sekarang. Tapi di balik itu semua, aku sebenarnya mendapat beberapa hal yang bsa dibilang lumayan menguntungkan.

Yang pertama, budayakan antri. Coba Anda bayangkan seandainya sistem antri ini tidak ada. Mungkin kondisi chaos bisa terjadi di sini. Aku sih nda terlalu mempermasalahkan seandainya sistem rebutan yang diaplikasikan (seandainya sistem antri belum ada..), karena aku memang sudah terlatih untuk itu. Tapi coba lihat cewek imut yg duduk di depanku ini, bukan tidak mungkin dia akan terhimpit-himpit, tersenggol-senggol, atau malah terinjak-injak. Begitu juga dengan nenek yang selalu tersenyum ramah yang duduk di depannya. Aku mungkin akan mengalah terhadap nenek itu, tpi bagaimana dengan lelaki tegap berkumis dan bertampang sangar tanpa senyum yang duduk dua baris dari tempat dudukku? Akankah dia tidak menyenggol atau bahkan jika memungkinkan mendorong dan menarik nenek itu?

Yang kedua adalah aku bisa sedikit beristirahat dengan duduk di kursi empuk ini. Aku bisa sedikit menikmati udara sejuk di ruangan tanpa adanya gangguan asap rokok dan kendaraan. Alangkah indahnya dunia bila terus seperti ini. Haha, khayalan tingkat tinggi mungkin.

Yang terakhir dan mungkin yang paling penting adalah melatih kita untuk lebih bisa sabar. Karena tentu akan memalukan apabila bukan saatnya bagi kita untuk mendapat giliran pelayanan dan kita maju ke tempat pelayanan. Apalagi bila sampai dilihat dan diingat oleh gadis cantik (yang sepertinya dari fakultas kedokteran) yang baru tiba dan duduk di barisan kedua sebelah kiriku. Setidaknya aku bisa mendapatkan sedikit pelajaran hari ini.

Filosofi antrian ini tidak hanya mengajarkan keteraturan, tapi juga kenyamanan, ketenangan, dan kesabaran. Indah bukan...?

Tuesday, October 8, 2013

LUTUT

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu,

Dia terus aktif bergerak, tak henti. kita duduk, kita berdiri, jongkok hingga bahkan berbaring dia selalu aktif bergerak, tidak pasif. dia sangat berguna, sangat dibutuhkan. sakit sedikit, kamu berhenti berjalan. kamu berhenti beraktifitas.

Namun kini dia sakit. kini dia menderita. dia berbunyi ketika aku bergerak, dia berderit ketika aku beraktivitas. dia menjerit, merana bahkan meraung-raung. dia menuntutku, memintaku untuk berhenti bergerak, berhenti bertingkah di atasnya.

Aku seperti orang bodoh dibuatnya. sedikit aku bergerak, banyak dia menjerit. sedikit aku melangkah, semakin banyak dia berderit-derit. dia semakin banyak bertingkah terhadapku. aku semakin heran, bingung. tak tahu apa yang harus kuperbuat.

Duhh, lutut kananku, jangan mengeluh lama-lama, bersabarlah. aku akan segera membawamu ke tukang urut. tapi kamu harus bersabar, karena semua butuh proses.

Besok kita harus melangkah bersama, menuju tangga sang juara, menyambut medali yang bersinar itu.